Tanggal 21 Ogos merupakan antara hari yang paling menggemparkan dan tragis untuk umat Islam sejak 38 tahun silam. Pada tanggal itu ketika tahun 1969, seorang ekstrimis Zionis bernama Michael Rohan bersama talibarutnya membakar sebahagian bangunan masjid al Aqsa. Meskipun pembakaran itu dilakukan oleh sekelompok ekstrimis Yahudi Zionis, tetapi banyak bukti menunjukkan bahwa aksi brutal itu berlangsung secara dirancang di bawah kawalan Rezim Zionis Israel.
Sebenarnya Masjid al Aqsa menjadi icon anarkisme kaum Zionis bukan hanya karena tragedi pembakaran pada tahun 1969 tersebut padahal dua tahun sebelumnya, iaitu pada tahun 1967, kaum Zionis Israel merebut dan menguasai pintu gerbang timur masjid al Aqsa. Penguasaan atas gerbang bernama Bab al-Maghariba oleh kaum Zionis itu tidak lain dan tidak bukan semata2 adalah untuk meningkatkan frekuensi gangguan mereka terhadap umat Islam.
Di tahun 1967 pula, tepatnya tanggal 15 Ogos, seorang ekstrimis Zionis bernama Solomo Gorin mengacau-bilaukan masjid al Aqsha sambil melontarkan ancaman akan menghancurkan masjid ini dan kemudian kemudian digantikan dengan sinagog, tempat peribadatan umat Yahudi.
Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1970, seorang warga Zionis bersenjata lengkap juga menyerang masjid al Aqsha dan memanah peluru kepada para jemaah shalat. Serangan yang terjadi di bulan Oktober mencatatkan puluhan umat Islam yang terkorban.
Tragedi seperti itu terjadi juga pada 11 April 1982. Ketika itu seorang tentara Israel bernama Alan Jodman tiba-tiba masuk ke komplek masjid al Aqsha kemudian melepaskan pelurunya secara membabi buta. Puluhan Muslim Palestin gugur dan lebih dari 60 orang lainnya cedera akibat amuk tentera Zionis tersebut.
Sampai sekarang, masjid al Aqsa masih dibayangi ancaman kaum Zionis.
Israel Ingin Membahagikan kepada 2 iaitu Muslim dan Yahudi
Ketua Harakah Islamiyah di Palestin 1948, Syaikh Raid Shalah meminta respon positif atas program “Kas Islam Arab Internasional” (projek pengumpulan dana) untuk menyelamatkan al Aqsa dan kota al Quds. Dia menegaskan, rejim Israel sekarang mampu mewujudkan dua tujuan strategi;
pertama, menjadikan kota al Quds sebagai kota yahudi
dan kedua, membahagi masjid al Aqsa untuk kaum Muslimin dan Yahudi.
Untuk itu Israel mewujudkan tentera dan gerakan di bawah masjid suci Islam tersebut.
Raid menyebut fasa yang dialami oleh masjid al Aqsha sebagai fasa yang paling membahayakan bagi keadaan masjid suci ini sepanjang sejarahnya. Fasa ini jauh lebih berbahaya dari perang salib.
Penjajah-penjajah Israel berusaha menjadikan rencana pembahagian masjid al Aqsa seakan-akan sebagai sebuah realiti meskipun tanpa pengumuman rasmi. Misalnya, Israel berusaha melarang umat Islam melaksanakan solat di kawasan2 tertentu di sekitar masjid al Aqsa. Personal intelijen Israel menyebut, dalam operasi penyelidikan di al Quds terhadap para tahanan bahawasanya Israel benar-benar melakukan rencana pembahagian masjid tersebut.
Shalah mengingatkan akibat buruk mendedahkan masalah al Quds yang hanya bersandarkan dari sisi kemanusiaan sementara pada masa yang sama Israel mendedahkannya dari titik tolak agama, sejarah, politik dan strategi.
Para akedemik dan penyelidik khas urusan al Quds mengatakan, bahaya yang mengancam al Quds dan al Aqsa sudah menjadi sebuah hakikat yang tidak boleh dielakkan. Terutama menjelang kelangsungan operasi rencana pembangunan tembok rasial dan penetapan yahudi yang mengepung kota.
Berjuang dari Generasi ke Generasi
Dalam wawancara khusus dengan koresponden infopalestina, Isnin (20/8), Anggota Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Hamas Izet Rasyq menegaskan bahwa masjid al Aqsa adalah garis merah yang tidak boleh disentuh oleh siapapun. Hal tersebut ditegaskan Rasyq dalam rangka memperingati 38 tahun pembakaran masjid oleh seorang fundamentalis Yahudi yang berasal dari Australia, pada Agustus 1969 lalu. Dia menyatakan, pembakaran yang dilakukan oleh kelompok radikal Israel dengan dokongan pemerintahnya, mengakibatkan masjid Umar dan mimbar Shalahuddin yang terletak di bagian tenggara konpleks masjid al Aqsha tergugat.
Rasyq menambahkan, rakyat Palestin bersedia mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk mempertahankan al Aqsa. Penodaan terhadap al Aqsha akan dilihat sangat berbahaya. Karena masjid al Aqsha adalah kiblat pertama ummat Islam dan al Haram ketiga setelah Makkah dan Madinah. Al Aqsha berkait-rapat dengan aqidah setiap muslim dan disebutkan dalam al Qur’an. Rasyq menegaskan kaum muslimin dimana pun tidak akan berpeluk tubuh jika perancangan Israel menghancurkan masjid al Aqsha berlaku. Karena penodaan terhadap al Aqsa sama dengan menodai aqidah ummat dan agamanya.
Ancaman Israel terhadap masjid a -Aqsha dan tempat-tempat suci ummat, tidak akan pernah berhenti walau sehari, sejak mereka menjajah wilayah Palestin. Selama mana al Quds masih dijajah Israel maka masjid al Aqsha masih dalam bahaya.
Pemerintah tertinggi Hamas ini mengatakan, "Kami memperingati peristiwa yang memilukan ini dengan akal yang terbuka dan fikiran waras. Kami menyeru saudara kami dari Fatah bahwa masjid al Aqsha dan al Quds merupakan amanah besar yang terpikul di bahu kita. Kita semua wajib memadamkan api fitnah yang dinyalakan oleh Israel. Mari bersatu bersama-sama faksi lain dalam memperjuangkan kemerdekaan wilayah Palestin dan tempat-tempat sucinya dari tangan perompok zionis."
Sementara itu PM Pemerintah Persatuan Nasional Palestin di Sempadan Gaza, Ismail Haniyah berjanji pihaknya tetap memberi komitmen dan membela setiap jengkal tanah kota al Quds secara khusus dan seluruh tanah Palestin secara umum. Untuk itu, pihaknya menolak sebarang perundingan dengan penjajah Zionis Israel yang menuntut pembahagian kota suci al Quds atau mengkotak-kotak dan melepaskannya.
Pemerintah tertinggi Hamas ini mengatakan, "Kami memperingati peristiwa yang memilukan ini dengan akal yang terbuka dan fikiran waras. Kami menyeru saudara kami dari Fatah bahwa masjid al Aqsha dan al Quds merupakan amanah besar yang terpikul di bahu kita. Kita semua wajib memadamkan api fitnah yang dinyalakan oleh Israel. Mari bersatu bersama-sama faksi lain dalam memperjuangkan kemerdekaan wilayah Palestin dan tempat-tempat sucinya dari tangan perompok zionis."
Hal terebut disampaikan Haniyah dalam konferensi pertama Yayasan al Quds Internasional dalam memperingati 38 tahun pembakaran masjid al Aqsha.
Haniyah mengatakan, “Kami akan berjuang dari generasi ke generasi demi melindungi masjid al Aqsa dan kota suci al Quds, bahkan kami akan mengembalikannya dengan izin Allah.”
Haniyah menegaskan, pembebasan Sempadan Gaza dari cengkaman penjajah Israel merupakan langkah menuju jalan pembebasan tanah Palestin.
“Kami tidak akan mengabaikan al Quds dan al Aqsa di tengah-tengah pelbagai peristiwa yang terjadi atau di lorong-lorong Gaza,” katanyanya.
Haniyah menambah, “Kami tidak pernah dan tidak akan mewakilkan kepada sesiapapun, dan bila-bila pun, untuk melepaskan hak atas al Quds atau apa-apa yang menjadi hak bangsa Palestin.” Dia melanjutkan, “Tidak, kami tidak akan melepaskan sejengkalpun tanah al Quds atau tanah Palestin. Kami tidak akan mengakui pembahagian atau menyetujui geografi buatan Israel yang disepakati dalam perundingan-perundingan rahsia mahupun terang-terangan.”
Dia tegas menolak pembicaraan apapun tentang posisi al Quds di atas meja perundingan dan kesepakatan atas pertukaran tanah dan pembahagian baik di atas maupun di bawah al Aqsha, juga di tembok Burak, kampung al Maghariba dan kampung Yahudi. Dia mengatakan, “Itu semua adalah pembagian yang dibuat-buat dalam perundingan dan memasuki wilayah hak Arab dan Islam atas al Quds. Kami menolak itu. Karena al Quds telah jelas kedudukan geografinya, telah jelas keIslaman mahupun kearaban sejarah dan rambu-rambunya.
(FUI.or.id/Infopalestina)
(susunatur & edit : Yusri Zahir/semadikasih)
0 comments:
Post a Comment
komen anda sangat dialu-aluan